Home environment Koalisi STuEB Mengungkap Dugaan Pelanggaran Lingkungan oleh 8 PLTU di Sumatera

Koalisi STuEB Mengungkap Dugaan Pelanggaran Lingkungan oleh 8 PLTU di Sumatera

16
0





,


Jakarta


Koalisi Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) mengajukan 15 tuduhan tersebut.
kejahatan lingkungan
yang dijalankan oleh delapan unit pembangkit listrik berbasis uap (صند$fdata)
PLTU
) batubara di Pulau Sumateran. Laporannya dikirimkan ke Direktorat Jenderal Penegakan Hukum pada Kementerian Lingkungan Hidup (
KLH
) pada Hari Senin, tanggal 5 Mei 2025.

“Selain kedelapan PLTU tersebut, kami menunjukkan bahwa sebanyak 33 unit generator yang terdapat di Sumatera diyakini juga telah melaksanakan praktik serupa. Di sisi lain pula, Indonesia saat ini tengah giat menerapkan program transisi energi,” jelas Ali Akbar, koordinator STuEB.

STuEB adalah kombinasi dari 15 lembaga masyarakat sipil di Pulau Sumatera yang telah mengawasi manajemen lingkungan sembilan pembangkit listrik tenaga uap batubara di Pulau Andalas dalam beberapa tahun belakangan. Temuan hasil pantauannya antara lain sejumlah pelanggaran, yang dilaksanakan mulai Februari sampai April 2025.

Pengaduan dilaporkan secara bersama-sama lewat saluran daring yang disiapkan oleh KLH. Isu-isunya datang dari beberapa organisasi di beragam daerah, yaitu Jambi (2 laporan), Sumatera Selatan (2 laporan), Aceh (2 laporan), Lahat (2 laporan), Bengkulu (2 laporan), Sumatera Barat (3 laporan), Sumatera Utara (1 laporan), serta Lampung (1 laporan).

Rahmat Syukur dari Yayasan Apel Green Aceh menyebutkan bahwa kebijakan pemerintah berkaitan dengan perpindahan energi yang memakai sistim tersebut.
co-firing
atau pencampuran batu bara dengan biomassa yang memakai serbuk kayu justru mengancam hutan tersisa dan memicu perambahan hutan.

“Kami melakukan pemantauan di beberapa tempat pengambilan saudas atau serbuk kayu yang diangkut ke PLTU batu bara yang dioperasikan PT PLN Nusantara Power dimana kayunya diduga berasal dari kawasan hutan, baik di kawasan hutan produksi terbatas, hutan produksi maupun di kawasan hutan lindung,” ujarnya.

Menurut dia, program transisi energi yang merusak hutan tidak merupakan jawaban atas masalah perubahan iklim; justru hal itu membawa bahaya baru bagi lingkungan serta iklim. Dia melanjutkan dengan mengatakan, “ Kami mendesak pemerintah secara tegas berhenti atau mencabut seluruh proyek pembangkit listrik tenaga uap menggunakan batu bara dan mulai beralih ke sumber daya energi terbaharui.”

PLTU Nagan Raya 1 dan 2 untuk batubara sedang berlangsung
co-firing
dengan serbuk kayu yang berasal dari hutan produksi terbatas (HPT) di Desa Alue Rambot dan dipasok oleh PT Kurma Karya Global dan PT Palma Banna Mandiri. Menurut koalisi, hal ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, kehilangan keanekaragaman hayati, erosi tanah, dan banjir akibat hutan gundul.


Pembuangan limbah FABA Tak Mengikuti Peraturan

Di kawasan Bengkulu, limbah fly ash dan bottom ash (FABA) dikirim ke tiga tempat yang berupa area banjir dan lahan rawa penyerap air tanah tanpa adanya lapisan anti bocor. Ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 19 Tahun 2021.

Monitoring manajemen lingkungan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara Keban Agung di Lahat mengidentifikasi beberapa pelanggaran dalam penanganan abu fly (FABA). Misalnya, transportasi FABA dilakukan tanpa menggunakan terpal dan lokasi pembuangannya berada dekat dengan Sungai Kahang. Hal ini memunculkan keraguan tentang keefektifan dokumen Rencana Pengendalian Lingkungan (RKL)-Rencana Pemulihan Lingkungan (RPL) serta Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).

Di sisi lain, di daerah Sumatera Barat, berdasarkan pantauan LBH Padang pada PLTU Batu Bara Ombilin, telah terjadi polusi air, penurunan mutu udara, dan tingginya suara bising karena operasional PLTU tersebut. Dicurigai bahwa hal ini bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 15 Tahun 2019 serta Pasal 53 ayat (1) dan (2), dan juga Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Alfi Syukri dari LBH Padang menyatakan bahwa pemerintah harus bertindak untuk mempertimbangkan kebersihan udara dan dengan cepat mencabut operasi pembangkit listrik tenaga uap menggunakan batubara yang tidak sesuai standar. Dia juga menambahkan, “Jika ditemukan pelanggaran, berilah hukuman keras tanpa pengecualian. Pemimpin daerah ini jangan biarkan penduduk setempat, terlebih lagi masyarakat di Sijantang Koto, tetap bernapas dalam polutan yang merugikan bagi kesejahteraan fisik mereka,” ungkap Alfi.

Dia menambahkan pula bahwa bila kondisi PLTU Batu Bara Ombilin tak membaik segera, pensiun dini perlu dilaksanakan. Ini disebabkan oleh fakta bahwa Menteri ESDM sudah menyampaikan bahwa PLTU Batu Bara Ombilin termasuk dalam jajaran pembangkit listrik tenaga uap batubara yang direncanakan untuk dimensiarkan.

“Menjaga sumber daya listrik lama yang merusak alam justru akan menambah parah krisis iklim serta berbahaya bagi masyarakat. Semakin dini diblokir, semakin tinggi kesempatan penduduk untuk bernapas dengan udara sehat dan proses penyelesaian krisis iklim menjadi lebih cepat,” katanya.

Laporan dari Sumsel Bersih juga menyoroti kerusakan sumber mata air bersih akibat pemindahan dan penutupan aliran Anak Sungai Niru serta rusaknya hutan Bukit Kancil yang merupakan daerah resapan air akibat pembangunan PLTU Batu Bara Sumsel 1.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here